Selasa, 06 Maret 2012

cara kerja super kips

Teknologi Andalan Kawasaki Ninja

ADA empat teknologi andalan yang dikembangkan oleh Kawasaki Heavy Industry Jepang untuk menghasilkan mesin 2 tak Kawasaki yang ramah lingkungan dan memenuhi ketentuan dari standard emisi EURO II.
1. Teknologi pertamaSuper KIPS yang telah digunakan pada Kawasaki Ninja-RR
Cara kerja  teknologi Super Kips
Grafik Out put Super Kips teknologi
Teknologi pertama, yang dijagokan adalah Super KIPS. Super KIPS adalah teknologi yang selama ini sudah dikenal sebagai Kawasaki Integrated Powervalve System, sudah diterapkan pada NINJA-RR yang telah lama beredar di Indonesia. Super KIPS ini sebetulnya adalah suatu mekanisme klep yang mengontrol gas buang pada exhaust port. Super KIPS baru berfungsi membuka pada putaran/rpm tinggi, yang berfungsi terutama untuk menghasilkan tenaga (power) yang maksimal. Dengan adanya klep tersebut, pada waktu putaran mesin rendah, campuran sisa pembakaran - termasuk didalamnya unsur HC (yang pada mesin 2-tak biasa seyogyanya akan terbuang), pada Ninja RR dapat dicegah untuk keluar dengan mekanisme Super KIPS ini, sehingga kadar HC yang dihasilkan menjadi rendah dalam sisa gas buangnya. Pada Ninja RR, fungsi dari KIS digantikan dengan alat yang lebih presisi dan digerakkan secara mekanis. (KIS berfungsi karena adanya perbedaan tekanan, jadi KIS adalah suatu perangkat yang bekerja secara fisika)
Bagian terpenting dari Super KIPS, adalah adanya klep (valve) yang difungsikan pada lubang pembuangan. Katup/klep ini berfungsi karena mekanisme tertentu di dalam mesin.
Katup ini berfungsi membuka pada kecepatan/RPM diatas 7000 hingga 8500.
Ringkasnya, Super KIPS adalah suatu sistem pemanfaatan katup yang mengatur penutupan dan pembukaan sebagian dari lubang pembuangan. Katup ini akan berfungsi membuka pada RPM tinggi, agar pembuangan gas sisa pembakaran dapat berlangsung lebih sempurna; sebaliknya katup ini akan berfungsi menutup pada RPM rendah untuk menghindarkan terbuangnya campuran bensin-udara yang baru masuk ke ruang bakar dari karter. Liat http://danangdk.blog.uns.ac.id/2011/07/20/kips-ninja-kawasaki-integrated-power-valve-system/

2. Teknologi kedua
Ini adalah penampang dalam dari perangkat HSAS. Tampak Reed Valve sebagaimana ditunjukkan oleh anak panah.
Samping kiri Kawasaki Ninja yang sudah dipasangi mekanisme Super KIPS serta HSAS (Yang terlihat dalam foto ini adalah mekanisme HSAS-nya saja)
Teknologi kedua, yaitu dengan ditambahkan HSAS (High-performance Secondary Air System), yaitu suatu saluran udara bersih yang langsung disuntikkan ke ruangan (chamber) dimana gas buang dari ruang bakar bermuara. Pada akhir saluran udara ini ditempatkan mekanisme reed valve, yang hanya membuka pada saat tekanan dalam chamber rendah (berarti pada waktu putaran-mesin rendah). Pada saat tekanan dalam chamber tinggi (yaitu pada waktu putaran mesin tinggi) reed valve tertutup. Pada waktu klep Super KIPS berfungsi membuka (pada rpm tinggi), HSAS berfungsi menutup, sebaliknya pada waktu putaran mesin rendah dimana klep Super KIPS berfungsi menutup, HSAS berfungsi membuka, dimana pada saat terbuka itulah udara segar masuk ke dalam exhaust chamber. Kegunaan utama HSAS adalah mempercepat reaksi oksidasi dalam catalic converter dengan cara menginduksi udara segar ke dalam campuran gas sisa pembakaran, serta membentuk campuran gas yang padat oksigen.

3. Teknologi ketiga
Ini adalah penampang dalam (potongan) dari Catalitic Converter yang terbuat dari bahan Platinum dan Rhodium
Teknologi ketiga, adalah catalic converter. Yang unik dalam catalic converter yang dikembangkan oleh Kawasaki yang disebut sebagai “two stage catalyst”, yaitu ditambahkannya precataliytic converter yang tujuannya adalah meningkatkan temperatur gas buang pada saat memasuki catalic converter utama, agar didapat pemurnian yang lebih sempurna (lihat gambar di atas). Selain itu logam yang digunakan pada unit catalic converternya adalah logam yang termasuk mulia yaitu Platinum dan Rhodium, yang dikenal mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam memurnikan gas CO (Karbon Monoksida=Carbon Monoxide) serta HC (Hidro Karbon=Hydro Carbon). Setelah melewati Catalic coverter, kedua gas beracun ini akan berubah bentuk menjadi gas Karbon Dioksida (CO2) dan air yang tidak beracun.
Perlu diingat di sini bahwa gas-gas HC, CO maupun NOx (Nitrogen Oksida=oxyde), adalah gas-gas yang tidak berwarna sama sekali (tidak terlihat).
Teknologi Catalic Converter ini memerlukan persyaratan yang tidak bisa ditawar lagi, yaitu bahwa bensin yang digunakan harus bensin yang bebas timbal. Bila bensin yang digunakan masih bensin bertimbal, maka lubang-lubang pada catalic converter (lihat foto di bawah ini) akan cepat tersumbat. Jadi program “langit bersih”, (sebersih apapun namanya) kalau belum didukung oleh penyediaan bahan bakar yang memenuhi persyaratan- yaitu Bebas Timbal (Plumbum=Pb), terpaksa semua pembicaraan ini masih berada dalam tahapan wacana saja, belum bisa dilaksanakan secara praktis.

4. Teknologi keempat
ELECTROFUSION CYLINDER, Voltase untuk kawat molybdenum 15.000 volt. Voltase untuk kawat High Carbon-Steel 13.000 volt
Teknologi keempat, yaitu Super Electrofusion Cylinder yang memang sudah menjadi standard Kawasaki Ninja. Kiat ke empat ini tidak langsung berhubungan dengan gas NOx (Nitrogen Oxida) dan CO (Carbon Monoksida) ataupun HC (Hidro Carbon), tapi lebih ke arah “kabut asap” yang selalu menyelimuti bila motor 2 tak biasa (selain Ninja) melewati kita. Seperti diketahui, Kawasaki Ninja menggunakan Super Electrofusion Cylinder, dimana selinder seakan memiliki ”pori-pori” yang dapat menahan oli pelumas didalamnya. Karena teknologi tsb, penggunaan olie pada motor Ninja dijamin tidak berlebihan, karena untuk urusan pelumasan dapat dipastikan adanya pelumas yang cukup dalam ”pori-pori”nya Super electrofusion cylinder. Lebih dalam tentang SUPER ELECTROFUSION CYLINDER:
Bagian dalam dari silinder NINJA terbuat melalui proses elektro-fusi dari logam tertentu, yaitu molybdenum dan high carbon steel. Kawat molybdenum dan kawat high carbon steel dengan diameter 1,4 mm dimasukkan bergantian sepanjang selinder, kemudian dialiri listrik sebesar 15.000 volt (”diledakkan” - untuk molybdenum 15.000 volt, dan High-Carbon-Steel 13.000 volt) sehingga logam tersebut berubah bentuk menjadi partikel-partikel yang melebur ke permukaan selinder dan dan membentuk lapisan logam khusus yang sangat tipis di bagian dalam silinder tersebut (= martensite, susunan besi dan karbon yang kuat). Proses tersebut diulang beberapa kali (Molybdenum 7 kali dan High Carbon steel 14 kali) sehingga akhirnya terbentuk lapisan yang sangat kuat (ketebalannya kurang lebih 0,070 mm).
Permukaan lapisan hasil peledakan ini bersifat dapat menyerap dan menahan olie pelumas (=porous) , dimana dalam celah-celah halus inilah olie akan tinggal di dalamnya sehingga terhindar adanya gesekan langsung antara dinding silinder dengan piston.
Jadi disamping lapisan hasil elektro-fusi tersebut sangat kuat, lapisan itu juga menjamin pelumasan yang terus menerus bagi gesekan piston dengan dindingnya. Itulah sebabnya boleh dikatakan dengan sistem elektrofusi ini selinder tidak akan pernah perlu di korter (oversize), disamping bahwa sistem ini menjamin pemakaian oli yang cukup (adekuat = tidak berlebihan), yang tentu juga mengurangi kemungkinan terbakarnya oli secara berlebihan yang menyebabkan knalpot mengeluarkan polusi berupa asap putih.
Sehubungan dengan kelebihan-kelebihan pada Super Electrofusion Cylinder ini PT KAWASAKI MOTOR INDONESIA memberikan garansi 3 tahun atau 50.000 km tanpa korter.
Jadi..mo pake motor Ninja 2 tak EURO II..? ga usah khawatir !! Set..set..sett…!!!

sistem EFI

CARA KERJA MESIN EFI

Cara Kerja Sistem EFI
Sistem EFI atau PGM-FI (istilah pada Honda) dirancang agar bisa melakukan penyemprotan bahan bakar yang jumlah dan waktunya ditentukan berdasarkan informasi dari sensor-sensor. Pengaturan koreksi perbandingan bahan bakar dan udara sangat penting dilakukan agar mesin bisa tetap beroperasi/bekerja dengan sempurna pada berbagai kondisi kerjanya. Oleh karena itu, keberadaan sensor-sensor yang memberikan informasi akurat tentang kondisi mesin saat itu sangat menentukan unjuk kerja (performance) suatu mesin. Semakin lengkap sensor, maka pendeteksian kondisi mesin dari berbagai karakter (suhu, tekanan, putaran, kandungan gas, getaran mesin dan sebagainya) menjadi lebih baik. Informasi-informasi tersebut sangat bermanfaat bagi ECU untuk diolah guna memberikan perintah yang tepat kepada injektor, sistem pengapian, pompa bahan bakar dan sebagainya.
a. Saat Penginjeksian (Injection Timing) dan Lamanya Penginjeksian Terdapat beberapa tipe penginjeksian (penyemprotan) dalam sistem EFI motor bensin (khususnya yang mempunyai jumlah silinder dua atau lebih), diantaranya tipe injeksi serentak (simoultaneous injection) dan tipe injeksi terpisah (independent injection). Tipe injeksi serentak yaitu saat penginjeksian terjadi secara bersamaan, sedangkan tipe injeksi terpisah yaitu saat penginjeksian setiap injektor berbeda antara satu dengan yang lainnya, biasanya sesuai dengan urutan pengapian atau firing order (FO). Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa penginjeksian pada motor bensin pada umumnya dilakukan di ujung intake manifod sebelum inlet valve (katup masuk). Oleh karena itu, saat penginjeksian (injection timing) tidak mesti sama persis dengan percikan bunga api busi, yaitu beberapa derajat sebelum TMA di akhir langkah kompresi. Saat penginjeksian tidak menjadi masalah walau terjadi pada langkah hisap, kompresi, usaha maupun buang karena penginjeksian terjadi sebelum katup masuk. Artinya saat terjadinya penginjeksian tidak langsung masuk ke ruang bakar selama posisi katup masuk masih dalam keadaan menutup. Misalnya untuk mesin 4 silinder dengan tipe injeksi serentak, tentunya saat penginjeksian injektor satu dengan yang lainnya terjadi secara bersamaan. Jika FO mesin tersebut adalah 1 – 3 – 4 – 2, saat terjadi injeksi pada silinder 1 pada langkah hisap, maka pada silinder 3 injeksi terjadi pada satu langkah sebelumnya, yaitu langkah buang. Selanjutnya pada silinder 4 injeksi terjadi pada langkah usaha, dan pada silinder 2 injeksi terjadi pada langkah kompresi. Sedangkan lamanya (duration) penginjeksian akan bervariasi tergantung kondisi kerja mesin. Semakin lama terjadi injeksi, maka jumlah bahan bakar akan semakin banyak pula. Dengan demikian, seiring naiknya putara mesin, maka lamanya injeksi akan semakin bertambah karena bahan bakar yang dibutuhkan semakin banyak.
b. Cara Kerja Saat Kondisi Mesin Dingin
Pada saat kondisi mesin masih dingin (misalnya saat menghidupkan di pagi hari), maka diperlukan campuran bahan bakar dan udara yang lebih banyak (campuran kaya). Hal ini disebabkan penguapan bahan bakar rendah pada saat kondisi temperatur/suhu masih rendah. Dengan demikian akan terdapat sebagian kecil bahan bakar yang menempel di dinding intake manifold sehingga tidak masuk dan ikut terbakar dalam ruang bakar. Untuk memperkaya campuran bahan bakar udara tersebut, pada sistem EFI yang dilengkapi dengan sistem pendinginan air terdapat sensor temperatur air pendingin (engine/coolant temperature sensor) seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Sensor ini akan mendeteksi kondisi air pendingin mesin yang masih dingin tersebut. Temperatur air pendingin yang dideteksi dirubah menjadi signal listrik dan dikirim ke ECU/ECM. Selanjutnya ECU/ECM akan mengolahnya kemudian memberikan perintah pada injektor dengan memberikan tegangan yang lebih lama pada solenoid injektor agar bahan bakar yang disemprotkan menjadi lebih banyak (kaya).
Gambar Sensor Air Pendingin (9) Yamaha GTS 1000
Sedangkan bagi mesin yang tidak dilengkapi dengan sistem pendinginan air, sensor yang dominan untuk mendeteksi kondisi mesin saat dingin adalah sensor temperatur oli/pelumas mesin (engine oil temperature sensor) dan sensor temperatur udara masuk (intake air temperature sensor). Sensor temperature oli mesin mendeteksi kondisi pelumas yang masih dingin saat itu, kemudian dirubah menjadi signal listrik dan dikirim ke ECU/ECM. Sedangkan sensor temperatur udara masuk mendeteksi temperatur udara yang masuk ke intake manifold. Pada saat masih dingin kerapatan udara lebih padat sehingga jumlah molekul udara lebih banyak dibanding temperatur saat panas. Agar tetap terjadi perbandingan campuran yang tetap mendekati ideal, maka ECU/ECM akan memberikan tegangan pada solenoid injektor sedikit lebih lama (kaya). Dengan demikian, rendahnya penguapan bahan bakar saat temperatur masih rendah sehingga akan ada bahan bakar yang menempel di dinding intake manifold dapat diantisipasi dengan memperkaya campuran tersebut.
Gambar Engine Oil Temperature Sensor dan Intake Air Temperature Sensor Honda Supra X 125
c. Cara Kerja Saat Putaran Rendah
Pada saat putaran mesin masih rendah dan suhu mesin sudah mencapai suhu kerjanya, ECU/ECM akan mengontrol dan memberikan tegangan listrik ke injektor hanya sebentar saja (beberapa derajat engkol) karena jumlah udara yang dideteksi oleh MAP sensor dan sensor posisi katup gas (TP sensor ) masih sedikit. Hal ini supaya dimungkinkan tetap terjadinya perbandingan campuran bahan bakar dan udara yang tepat (mendekati perbandingan campuran teoritis atau ideal). Posisi katup gas (katup trotel) pada throttle body masih menutup pada saat putaran stasioner/langsam (putaran stasioner pada sepeda motor pada umumnya sekitar 1400 rpm). Oleh karena itu, aliran udara dideteksi dari saluran khusus untuk saluran stasioner. Sebagian besar sistem EFI pada sepeda motor masih menggunakan skrup penyetel (air idle adjusting screw) untuk putaran stasioner.
Gambar Saluran Masuk Untuk Putaran Staioner Saat Katup Throttle Masih Menutup Pada Sepeda Motor Honda Supra X 125
Berdasarkan informasi dari sensor tekanan udara (MAP sensor) dan sensor posisi katup gas (TP) sensor tersebut, ECU/ECM akan memberikan tegangan listrik kepada solenoid injektor untuk menyemprotkan bahan bakar. Lamanya penyemprotan/ penginjeksian hanya beberapa derajat engkol saja karena bahan bakar yang dibutuhkan masih sedikit. Pada saat putaran mesin sedikit dinaikkan namun masih termasuk ke dalam putaran rendah, tekanan udara yang dideteksi oleh MAP sensor akan menjadi lebih tinggi dibanding saat putaran stasioner. Naiknya tekanan udara yang masuk mengindikasikan bahwa jumlah udara yang masuk lebih banyak. Berdasarkan informasi yang diperoleh oleh MAP sensor tersebut, ECU/ECM akan memberikan tegangan listrik sedikit lebih lama dibandingkan saat putara satsioner.
Gambar Posisi Skrup Penyetel Putaran Stasioner Pada Throttle Body
Gambar diatas adalah ilustrasi saat mesin berputar pada putaran rendah, yaitu 2000 rpm. Seperti terlihat pada gambar, saat penyemprotan/penginjeksian (fuel injection) terjadi diakhir langkah buang dan lamanya penyemprotan/penginjeksian juga masih beberapa derajat engkol saja karena bahan bakar yang dibutuhkan masih sedikit.
Gambar Contoh Penyemprotan Injektor Pada Saat Putaran 2000 rpm
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa proses penyemprotan pada injektor terjadi saat ECU/ECM memberikan tegangan pada solenoid injektor. Dengan pemberian tegangan listrik tersebut solenoid coil akan menjadi magnet sehingga mampu menarik plunger dan mengangkat needle valve (katup jarum) dari dudukannya, sehingga bahan bakar yang berada dalam saluran bahan bakar yang sudah bertekanan akan memancar keluar dari injektor.
d. Cara Kerja Saat Putaran Menengah dan Tinggi
Pada saat putaran mesin dinaikkan dan kondisi mesin dalam keadaan normal, ECU/ECM menerima informasi dari sensor posisi katup gas (TP sensor) dan MAP sensor. TP sensor mendeteksi pembukaan katup trotel sedangkan MAP sensor mendeteksi jumlah/tekanan udara yang semakin naik. Saat ini deteksi yang diperoleh oleh sensor tersebut menunjukkan jumlah udara yang masuk semakin banyak. Sensor-sensor tersebut mengirimkan informasi ke ECU/ECM dalam bentuk signal listrik. ECU/ECM kemudian mengolahnya dan selanjutnya akan memberikan tegangan listrik pada solenoid injektor dengan waktu yang lebih lama dibandingkan putaran sebelumnya. Disamping itu saat pengapiannya juga otomatis dimajukan agar tetap tercapai pembakaran yang optimum berdasarkan infromasi yang diperoleh dari sensor putaran rpm. Gambar bawah ini adalah ilustrasi saat mesin berputar pada putaran menengah, yaitu 4000 rpm. Seperti terlihat pada gambar, saat penyemprotan/penginjeksian (fuel injection) mulai terjadi dari pertengahan langkah usaha sampai pertengahan langkah buang dan lamanya penyemprotan/ penginjeksian sudah hampir mencapai setengah putaran derajat engkol karena bahan bakar yang dibutuhkan semakin banyak. Selanjutnya jika putaran putaran dinaikkan lagi, katup trotel semakin terbuka lebar dan sensor posisi katup trotel (TP sensor) akan mendeteksi perubahan katup trotel tersebut. ECU/ECM memerima informasi perubahan katup trotel tersebut dalam bentuk signal listrik dan akan memberikan tegangan pada solenoid injektor lebih lama dibanding putaran menengah karena bahan bakar yang dibutuhkan lebih banyak lagi. Dengan demikian lamanya penyemprotan/penginjeksian otomatis akan melebihi dari setengah putaran derajat engkol.
Gambar Contoh Penyemprotan Injektor Pada Saat Putaran 4000 rpm
e. Cara Kerja Saat Akselerasi (Percepatan)
Bila sepeda motor diakselerasi (digas) dengan serentak dari kecepatan rendah, maka volume udara juga akan bertambah dengan cepat. Dalam hal ini, karena bahan bakar lebih berat dibanding udara, maka untuk sementara akan terjadi keterlambatan bahan bakar sehingga terjadi campuran kurus/miskin. Untuk mengatasi hal tersebut, dalam sistem bahan bakar konvensional (menggunakan karburator) dilengkapi sistem akselerasi (percepatan) yang akan menyemprotkan sejumlah bahan bakar tambahan melalui saluran khusus. Sedangkan pada sistem injeksi (EFI) tidak membuat suatu koreksi khusus selama akselerasi. Hal ini disebabkan dalam sistem EFI bahan bakar yang ada dalam saluran sudah bertekanan tinggi. Perubahan jumlah udara saat katup gas dibuka dengan tiba-tiba akan dideteksi oleh MAP sensor. Walaupun yang dideteksi MAP sensor adalah tekanan udaranya, namun pada dasarnya juga menentukan jumlah udara. Semakin tinggi tekanan udara yang dideteksi, maka semakin banyak jumlah udara yang masuk ke intake manifold. Dengan demikian, selama akselerasi pada sistem EFI tidak terjadi keterlambatan pengiriman bahan bakar karena bahan bakar yang telah bertekanan tinggi tersebut dengan serentak diinjeksikan sesuai dengan perubahan volume udara yang masuk. Demikian tadi cara kerja sistem EFI pada beberapa kondisi kerja mesin. Masih ada beberapa kondisi kerja mesin yang tidak dibahas lebih detil seperti saat perlambatan (deselerasi), selama tenaga yang dikeluarkan tinggi (high power output) atau beban berat dan sebagainya. Namun pada prinsipnya adalah hampir sama dengan penjelasan yang sudah dibahas. Hal ini disebabkan dalam sistem EFI semua koreksi terhadap pengaturan waktu/saat penginjeksian dan lamanya penginjeksian berdasarkan informasi¬informasi yang diberikan oleh sensor-sensor yang ada. Informasi tersebut dikirim ke ECU/ECM dalam bentuk signal listrik yang merupakan gambaran tentang berbagai kondisi kerja mesin saat itu. Semakin lengkap sensor yang dipasang pada suatu mesin, maka koreksi terhadap pengaturan saat dan lamanya penginjeksian akan semakin sempurna, sehingga mesin bisa menghasilkan unjuk kerja atau tampilan (performance) yang optimal dan mengeluarkan kandungan emisi beracun yang minimal.